Rabu, 05 Juni 2024

KAIDAH PANTUN Resume Materi Pertemuan Ke-14 KBMN PGRI Gel.31

 

Resume Pertemuan Ke-14 Rabu, 5 Juni 2024

Materi          : KAIDAH PANTUN

Narasumber : MIFTAHUL HADI, S.Pd.

Moderator    : AROFIAH AFIFI, S.Pd.


Tepat pukul 19.00 moderator mengawali dengan pantun pemanasan/pembuka; 

Jalan-jalan ke kota Bekasi

Naik kereta di stasiun Manggarai

Mari kawan kita berliterasi

Karya nyata cita pun dicapai


Petik sekuntum bunga pematang

Bunganya kecil dimakan ngengat

Assalamualaikum selamat datang

Kusapa hadirin dengan hangat


Pagi hari pergi ke sekolah

Pulangnya naik metromini

Bersama saya Arofiah

Pandu acara malam ini


Itulah 3 bait pantun dari Bu Ovi selaku moderator malam hari ini, dalam mengawali pertemuan, serta salam sebagai hantaran acara pertemuan ke-14 KBMN PGRI Gel.31

Rentang acara malam ini :

1. Pembukaan

2. Pemaparan Materi

3. Sesi Tanya Jawab

4. Penutup


Sebelum narasumber menyampaikan paparan materi, beliau memperkenalkan diri bahwa Pak Miftahul Hadi, S.,Pd. adalah alumni KBMN Gel.17

Narasumber mengawali dengan pertanyaan pemantik, "Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar kata pantun?"

Jawaban dari beberapa peserta seperti; 

Ada sampiran ada isi

Satu bait ada 4 baris

Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata

Ada persamaan bunyi/rima


Pantun adalah tradisi budaya Indonesia, Indonesia memiliki kekayaan seni verbal yang sangat beranekaragam, salah satunya adalah pantun. Dalam pertunjukan pantun bersifat narasi, misalnya Kentrung di Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan struktur "pantun" untuk menceritakan kisah-kisah sejarah keagamaan atau sejarah lokal dengan iringan genderang.

https://www.youtube.com/watch?v=YStl3VmOvlc Ini merupakan salah satu seniman kentrung dari Demak, almarhum Mbah Samsuri.

Pada hakikatnya, sebagian besar kesusasteraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti "randai" dari Minangkabau wilayah Sumatera Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan  seremonial yang spektakuler.

Pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014, dan lebih membanggakan lagi pantun diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Perancis (17/12/2020)

Difinisi pantun dari beberapa ahli :

Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja 2020) berasal dari kata "Pan" yang merujuk pada sifat sopan. Dan "Tun" yang merujuk pada sifat santun. Kata "Tun" dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019). Jika dilihat dari difinisi tersebut, pantun itu menggambarkan adanya sikap sopan dan santun.

Tuntun (Pampangan): teratur, Tonton (Tagalog): mengucapkan sesuatu dengan  susunan yang teratur, Tuntun (Jawa Kuno): benang, Atuntun: teratur, Menuntun: pemimpin, Panton (Bisaya): mendidik, Paantun (Toba): kesopanan atau kehormatan (Hussain, 2019)

Pantun berasal dari akar kata "TUN" yang bermakna "baris" atau "deret" Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai "Pantun", oleh masyarakat Riau disebut dengan "Tunjuk Ajar" yang berkaitan dengan etika (Mu'jizah, 2019)

Pantun adalah termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atrau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar, 2020)

Di berbagai daerah di Indonesia banyak terdapat pantun. Menurut Suseno (2006) di Tapanuli pantun dikenal dengan nama ende-ende. 

Contoh:

Molo mandurung ho dipabu

Tampul si mandulang-dulang

Molo malungun ho diahu

Tatap siru modang bulan

Artinya : 

Jika tuan mencari paku, 

Petiklah daun sidulang-dulang

Jika tuan rindukan daku,

Pandanglah sang bulan purnama


Di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan.

Contoh:

Sing getol ngnam jajamu

Ambeh jadi kuat urat

Sing getol naengan elmu

Gunana dunya akhirat

Artinya:

Rajinlah minum jamu

Agar kuatlah urat

Rajinlah menuntut ilmu

Berguna bagi dunia akhirat


Pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.

Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe

Kang endi sing durung ana

Artinya:

Semua bergelung konde

Mankah yang bergelung Jawa

Semua telah ada yang punya

Mana yang belum dipunya


Fungsi Pantun :

1. Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir.

2. Pantun melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar.

3. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata

Secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan


Ciri-ciri Pantun :

1. Satu baitb terdiri atas empat baris, satu baris terdiri atas empat sampai lima kata, satu baris terdiri            atas delapan sampai dua belas suku kata, baris pertama dan kedua sebagai sampiran atau                          pembayang, baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud.

2. Pantun bersajak a-b-a-b


Pantun berbeda dengan syair atau gurindam, berikut contoh syair:

Ke sekolah janganlah malas

Belajar rajin di dalam kelas

Jaga sikap janganlah culas

Agar hati tak jadi keras

Pada contoh syair tersebut semua barisnya berakhiran bunyi as, maka sajaknya disebut a-a-a-a, tiap barisnya saling berhubungan, dan tidak ada sampiran atau pembayang.


Berbeda lagi dengan gurindam, berikut contohnya:

Jika selalu berdoa berdzikir

Ringan melangkah jernih berpikir

Gurindam terdiri dari dua baris, baris 1 sebab, baris 2 akibat, dan bersajak a-a


Jenis-jenis rima pada pantun:

1. Rima akhir

Contoh :

Makan nasi ditambah kerupuk kulit

Paling lahap makannya di tepi sawah

Membuat pantun memanglah sulit

Jika diasah akanlah jadi mudah

2. Rima tengah dan akhir

Contoh :

Mawar sekuntum tumbuh di taman

Daun salam tumbuh di kota

Assalamualaikum saya ucapkan

Sebagai salam pembuka kata

3. Rima awal, tengah, akhir

Contoh :

Jangan dipetik si daun sirih

Jika tidak dengan gagangnya

Jangan diusik orang berkasih

Jika tidak dengan sayangnya

4. Rima lengkap 

Contoh :

Bagai patah tak tumbuh lagi

Rebah sudah selasih di taman

Bagai sudah tak suluh lagi

Patah sudah kasih idaman


Tips mudah membuat pantun : 

1. Tentukan rima atau bunyi suku akhir kata yang sama

2. Buat isi dulu yaitu baris ketiga dan keempat baru sampiran baris satu dan dua.

3. Jangan memakai nama orang atau merk dagang

4. Baris 1, 2, dan 3 diakhiri tanda koma, dan baris 4 diakhiri tanda titik


Demikian paparan materi malam ini yang sangat menarik, hingga waktu tak terasa sudah melewati pukul 21.15, materi padat dan lugas mudah dipahami, sehingga tidak ada peserta yang mengajukan pertanyaan. Maka berakhir juga pertemuan ke-14 KBMN Gel.31 malam ini, moderator mengucapkan salam dan terima kasih.



Jakarta, 5 Juni 2024

ANTORO, S.Pd._Peserta KBMN PGRI Gel.31


6 komentar:

TEKNIK PROMOSI BUKU, KBMN PGRI Gel. 31-Pertemuan Ke-30

  Resume Pertemuan Ke-30 KBMN PGRI Gel. 31 Rabu, 7 Agustus 2024 Topik Materi : TEKNIK PROMOSI BUKU Narasumber   : Akbar Zainuddin, M.M., MNE...